Anak tunggal seringkali memiliki posisi istimewa, baik dari orangtua maupun lingkungan sekelilingnya. Agar karakter anak berkembang positif, orangtua perlu menjadi teman partner dalam bertukar ide dan mengenalkan konsep memberi – menerima dalam pergaulannya.
Menjadi anak tunggal memang memiliki sisi positif dan dan negatif. Sebagai satu- satunya buah hati, anak tunggal mendapatkan perhatian penuh dari orang tua. Kondisi ini membuat anak tunggal merasa aman, penuh kasih sayang, dan percaya diri sehingga memudahkannya untuk mengembangkan sikap mandiri. Perhatian orangtua yang terfokus memberi kesempatan pada anak tunggal untuk menemukan dan mengembangkan potensinya secara optimal. Biasanya, anak tunggal juga lebih mudah terpenuhi kebutuhan materinya karena kondisi finansial orangtua akan dialokasikan untuk kebutuhan anak tersebut.
Disisi lain, anak tunggal harus lebih berusaha keras agar tidak dianggap sama dengan stereotip anak tunggal yang manja, egois, atau sulit beradaptasi dengan lingkungan. Misalnya saat ia ‘sedikit’ manja, ia sudah dianggap benar- benar anak manja, padahal jika anak lain yang bukan anak tunggal melakukannya, belum tentu akan diberi label seperti itu.
Secara psikologis, ia butuh bantuan stimulus dari lingkungan di luar keluarga inti dalam hal bersosialisasi, terutama dengan teman sebaya karena di rumah tidak ada saudara kandung.
Karena tidak ada saudara kandung, anak tunggal sering kehilangan momen yang berharga, karena mereka tidak mengalami persaingan antar saudara (sibling rivalry) yang bisa terjadi karena kepribadian anak yang beragam. Apalagi jika mereka merasa orangtua memperlakukan mereka secara berbeda. Meski rentan pertengkaran, sibling rivalry merupakan sarana belajar menyesuaikan diri dan menyelesaikan masalah lho. Perbedaan pandangan dan pertentangan diantara mereka bisa jadi pelajaran untuk setelah mereka berusia lebih besar dan dewasa.
Sibling rivalry akan bermakna positif, bila pada perselisihan dan pertentangan tersebut bisa diselesaikan dengan baik. Anak belajar melakukan transaksi dan mencari solusi yang bisa diterima semua pihak (win win solution). Selain itu, mereka juga belajar menyesuaikan diri dan memahami keinginan orang lain. Juga memahami konsep memberi & menerima dengan anak-anak lainnya.
Namun jika si anak masih bersifat egosentris dan belum siap berbagi dengan orang lain, Sibling rivalry mungkin tidak bisa teratasi dengan baik. Di sinilah perlu kepekaan orangtua agar bisa membimbing anak untuk belajar berbagi. Anak juga memiliki kesempatan menjalin hubungan yang menyenangkan bersama kakak maupun adiknya. Pengalaman tersebut menjadi modal untuk membentuk rasa percaya diri dan keterampilan berhubungan sosial dengan teman sebaya. Itu sangat membantu anak saat harus menyesuaikan diri dengan teman sebaya yang baru.
Pada anak tunggal, adakalanya menjadi anak yang kurang bisa beradaptasi pada kompleksitas situasi dan ketidaknyamanan. Sejak anak tunggal tersebut dilahirkan, orang-orang yang dihadapinya, yang berada di sekelilingnya adalah orang-orang dewasa. Karena orang- orang di sekelilingnya adalah orang-orang dewasa dan anak kecil satu-satunya adalah dia sendiri, hal ini berarti satu-satunya pribadi yang paling lemah dalam lingkungan tersebut adalah anak tunggal itu. Dengan kedudukan ini berarti anak tunggal itu menduduki kedudukan yang istimewa. Orang-orang dewasa yang berada di sekelilingnya selalu memperlakukannya secara istimewa pula. Apalagi jika ditambah dengan sikap orangtua yang overprotektif.
Bila anak tunggal mengalami perlakuan tidak menyenangkan atau berada pada situasi yang kurang nyaman, mereka akan mudah merasa tertekan. Hal ini akan dimunculkan pada sikap yang apatis dan menghindar atau menunjukkan ekspresi kecewa dan sedih. Anak tunggal juga cenderung memiliki ketergantungan yang besar kepada orangtua. itu membuat anak kurang memiliki toleransi saat bergaul dengan teman sebaya. Namun mereka akan lebih mudah beradaptasi saat bergaul dengan orang yang lebih dewasa.
Sparing Partner
Anak tunggal mendapatkan kesempatan seluas-luasnya untuk mengaktualisasikan pemikirannya, karena tanpa harus menyesuaikan diri dengan pemikiran sauadaranya yang lain. Inilah yang perlu diantisipasi orangtua. Artinya, orangtua perlu menjadikan dirinya teman / sparing partner dalam bertukar ide dan mengasah pengalaman menghadapi pemikiran yang beragam.
Adanya diskusi diantara anak dan orangtua perlu dijadikan budaya dalam keluarga. Anak tidak hanya mengikuti arahan orangtua, tetapi juga perlu belajar mendengar dan didengarkan. Orangtua yang memiliki anak tunggal sebaiknya menahan diri untuk tidak memberikan proteksi yang berlebihan.
Jangan karena anak tunggal, orangtua hanya berusaha melindungi sedemikian rupa, sehingga lupa mengajarkan anak untuk menghadapi kompleksitas hidup. Padahal semenjak usia 2 tahun, anak sudah bisa diajari menghadapinya dan mengasah kemandirian (independentability). Mereka bukan hanya butuh kedekatan dan keterikatan emosi (dependentability) saja. Hal ini perlu diperhatikan, mengingat orangtua adakalanya cenderung bersikap melayani anak dan kurang mendidik anak untuk bisa melayani diri sendiri. Bila anak cenderung dilayani, akan sulit membuatnya bertahan dalam ketidaknyamanan.
Karena itu, semenjak awal anak tunggal perlu diperkenalkan dengan beragam orang, situasi, dan karakteristik kepribadian yang akan dihadapinya. Ajaklah bergaul dengan keluarga lain yang memiliki anak sebaya dengan dirinya. Hal itu akan membuatnya mengasah kemampuan bersosialisasi. Bila anak tinggal dalam lingkungan yang tidak memungkinkan bergaul dengan teman sebaya,coba sarankan untuk mengikuti kegiatan ekstrakurikuler di sekolah atau komunitas lainnya. Kegiatan tersebut akan memberikan kesempatan bergaul dengan teman sebayanya.
Anak tunggal memiliki kecenderungan self-possessed. Risikonya, dia bersikap egosentris atau berorientasi kepada diri sendiri. Karena itu, mereka perlu diajari untuk berbagi dengan orang lain, serta menunjukkan empati kepada orang lain. Jika dilakukan secara konsisten, pengalaman tersebut akan membuat mereka menjadi lebih fleksibel dan lentur menghadapi beragam orang.
Mengasuh anak tunggal merupakan suatu seni yang perlu dipelajari orangtua. Pada saat mengasuh anak tunggal, orangtua perlu memposisikan dirinya sebagai partner dan media bagi anak untuk belajar mengenai orang lain. Orangtua tidak hanya berperan sebagai pelindung dan berfungsi memberikan kenyamanan, tetapi juga sebagai teman untuk belajar mengenal kompleksitas kehidupan.
(*Disarikan dari berbagai sumber)