Banyak orang masih awam dengan istilah stunting. Stunting adalah masalah gizi kronis yang disebabkan oleh asupan gizi yang kurang dalam waktu lama, umumnya karena asupan makan yang tidak sesuai kebutuhan gizi. Stunting terjadi mulai janin masih dalam kandungan dan baru nampak saat anak berusia dua tahun.
Menurut WHO, di seluruh dunia, diperkirakan ada 178 juta anak dibawah usia lima tahun pertumbuhannya terhambat karena stunting, dan Indonesia berada di urutan ke-lima jumlah anak dengan kondisi stunting.
Riskesdas 2013 menyatakan, sebanyak 37 persen anak Indonesia mengalami stunting, dengan sebaran yang tidak sama antar propinsi.
Menurut UNICEF, stunting didefinisikan sebagai persentase anak-anak usia 0 – 59 bulan, dengan tinggi di bawah minus (stunting sedang dan berat) dan minus tiga (stunting kronis) diukur dari standar pertumbuhan anak keluaran WHO.
Selain pertumbuhan terhambat, stunting juga dikaitkan dengan penurunan fungsi kognitif, penurunan fungsi kekebalan tubuh, dan gangguan sistem pembakaran, serta perkembangan otak yang tidak maksimal, yang menyebabkan kemampuan mental dan belajar yang kurang, serta prestasi sekolah yang buruk. Kita mengenalnya sebagai fenomena Barker, yaitu dampak lanjutan dari stunting yang berefek pada kesehatan dan produktivitas anak.
Efek jangka panjangnya yaitu pada masa dewasa, timbul risiko penyakit degeneratif, seperti diabetes mellitus, jantung koroner, hipertensi, dan obesitas.
Penyebab Stunting
Situs Adoption Nutrition menyebutkan, stunting berkembang dalam jangka panjang karena kombinasi dari beberapa atau semua faktor-faktor antara lain; kurang gizi kronis dalam waktu lama, retardasi pertumbuhan intrauterine, tidak cukup protein dalam proporsi total asupan kalori, perubahan hormon yang dipicu oleh stres, sering menderita infeksi di awal kehidupan seorang anak.
Perkembangan stunting adalah proses yang lambat, kumulatif dan tidak berarti bahwa asupan makanan saat ini tidak memadai. Kegagalan pertumbuhan mungkin telah terjadi di masa lalu seseorang.
Kita bisa mengenali gejala stunting dengan memperhatikan kondisi fisiknya; anak berbadan lebih pendek untuk anak seusianya, proporsi tubuh cenderung normal tetapi anak tampak lebih muda/ kecil untuk usianya, berat badan rendah untuk anak seusianya, dan pertumbuhan tulang tertunda.
Dari penelitian, stunting pada anak di bawah tiga tahun atau pada 1.000 hari pertama sulit untuk diperbaiki. Namun, ada harapan bisa diperbaiki ketika masa pubertas, tergantung bagaimana orangtua memaksimalkan asupan nutrisinya.
Bisa dicegah kok!
Stunting merupakan masalah kesehatan yang bisa dicegah sejak dini, mulai dari dalam kandungan hingga masa periode emas pertumbuhan anak. Stunting bisa dicegah antara lain dengan :
- Pemenuhan kebutuhan zat gizi bagi ibu hamil. Ibu hamil harus mendapatkan makanan yang cukup gizi, suplementasi zat gizi (tablet zat besi atau Fe), dan terpantau kesehatannya. Namun, kepatuhan ibu hamil untuk meminum tablet tambah darah hanya 33%. Padahal mereka harus minimal konsumsi 90 tablet selama kehamilan.
- ASI eksklusif sampai umur 6 bulan dan setelah umur 6 bulan diberi makanan pendamping ASI (MPASI) yang cukup jumlah dan kualitasnya.
- Meningkatkan akses terhadap air bersih dan fasilitas sanitasi, serta menjaga kebersihan lingkungan.
- Sangat dianjurkan ketika bayi berusia tiga tahun atau sudah dapat anak makan dianjurkan mengkonsumsi 13 gram protein yang mengandung asam amino esensial setiap hari, yang didapat dari sumber hewani, yaitu daging sapi, ayam, ikan, telur, dan susu.
- Rajin mengukur tinggi badan dan berat badan anak setiap kali memeriksa kesehatan di Posyandu atau fasilitas kesehatan lainnya untuk memantau pertumbuhan dan perkembangan anak serta mendeteksi dini terjadinya gangguan pertumbuhan. ***
Disarikan dari berbagai sumber